RANTJANGAN PERATOERAN MENTJATAT PERKAWINAN DIDALAM DAFTAR BURGERLIJKE STAND.

 

(Pasal-pasal jang penting)
 

BAB I.
 

Pasal 1.
 

    (1) Atas permintaan doea orang laki isteri maka segala perkawinan jang tiada menoeroet hoekoem Pemerintah, boleh ditjatat di Burgerlijke Stand menoeroet Ordonansi ini dan menoeroet peratoeran jang berhoeboengan dengan itoe.

 

    (2) Sesoedah perkawinan itoe ditjatat berlakoelah atasnja hoekoem adat jang tidak bertentangen dengan peratoeran terseboet dibawah ini, dan segala peratoeran-peratoeran jang tertera didalam Bab II dari Ordonansi ini.

 

    (3) Tjatatan itoe berlakoe sedjak dari hari waktoe melangsoengkan perkawinan dan tidak dapat dibatalkan lagi.

 

Pasal 2.
 

    (1) Mentjatat perkawinan jang dilangsoengkan di Hindia Belanda, sebagai terseboet dalam Pasal 1, ta‘ boleh dilakoekan, melainkan sesoedah laki isteri itoe, sebeloemnja dilakoekan perkawinan itoe, datang dengan dirinja sendiri memberi tahoekan kapada pegawai Burgerlijke Stand niatnja akan kawin dan meminta kapadanja, soepaja perkawinan itoe ditjatat.

 

    (2)  Oentoek melakoakan pemberitahoean itoe perloelah ada kerelaan dari kadoea pihak jang hendak kawin itoe, dan hendaklah kedoeanja tiada berkawin dan soedah sampai oemoer.

 

    (3) Pegawai Burgerlijke Stand memboeat seboeah soerat acta dari pemberitahoean itoe didalam soeatoe daftar. Hal itoe dilakoekannja sesoedah ia lebih dahoeloe menerangkan kepada kedoea penganten itoe akan akibat-akibatnja mentjatat perkawinan itoe, sedang kedoeanja masih tetap djoega setoedjoe dengan tjatatan itoe. Hal ini diterangkan didalam soerat acte itoe.

 

Pasal 3.
 

    Jang dimaksoedkan dengan parkataan dewasa atau sampai oemoer dalam Ordonansi ini ialah seorang laki-laki jang telah beroesia 18 tahoen dan seorang perempoean jang telah beroesia 15 tahoen.

 

Pasal 5.
 

    (1) Mentjatat perkawinan itoe baroe boleh terdjadi, kalau kedoea penganten itoe atau soeami sendiri sadja meminta perkawinannja ditjatat sambil mengoendjoekkan soerat keterangan, jang menjatakan, bahwa perkawinannja soedah dilangsoengkan.

 

    (2) Kalau sesoedah doea boelan sesoedah perkawinan dilangsoengkan tidak ada dimadjoekan permintaan oentoek mentjatat perkawinan itoe, maka boleh djoega tjatatan itoe dilakoekan atas permintaan pihak perempoean.

 

    (4) Djika didalam tempoh enam boelan sesoedah pemberitahoean, perkawinan itoe

    beloem djoega ditjatat maka pemberitahoean itoe dipandang tidak sah lagi.

 

Pasal 6.
 

    (1) Perkawinan jang dilangsoengkan diloear Hindia Belanda boleh ditjatat djoega dinegeri ini, djika diminta sendiri oleh kedoea laki isteri itoe dan didalam masa satoe tahoen sesoedah laki isteri itoe tinggal di Hindia Belanda, tetapi permintaan itoe hanja dikaboelkan, djika laki-laki itoe beristeri seorang sadja.

 

Pasal 11.
 

    Dengan mengindahkan adat, maka paratoeran-peratoeran jang terseboet didalam Bab II dari Ordonansi ini, berlakoe djoega atas doea orang laki isteri jang berlainan bangsa atau hoekoemnja, jaitoe kalau hoekoem nikah bagi perempoean itoe diatoer oleh hoekoem Pemerintah, sedang hoekoem nikah bagi lakinja tidak. Didalam hal ini peratoeran-peratoeran terseboet berlakoe, sedang perkawinan itoe tidak oesah ditjatat lebih dahoeloe didalam daftar Burgerlijke Stand. Hal itoe diketjoealikan bagi laki-isteri jang berlainan bangsa atau hoekoem, djika kedoeanja menerangkan, bahwa mereka itoe tidak soeka menoeroet atoeran Ordonansi ini.

 

BAB II.
 

Pasal 13.
 

    Oleh karena berlakoenja Ordonansi ini, maka seorang laki-laki dalam satoe masa hanja boleh beristeri seorang sadja.

 

Pasal 14.
 

    Apabila soedah ternjata, sesoedah dilangsoangkan sesoeatoe perkawinan menoeroet Ordonansi ini, bahwa laki-laki itoe tatkala melangsoengkan perkawinan itoe ada poela isteri jang lain, maka dapatlah tiap-tiap jang berkepentingan atau Djaksa akan menoentoet membatalkan perkawinan jang ditjatat itoe.

    Dalam hal itoe oendang-oendang Hoekoeman tetap berlakoe, sedang pertjeraian perkawinan jang ditjatat itoe dapat ditoentoet, selama nikah jang dahoeloe itoe masih sah.

 

Pasal 15.
 

    Djika soeami itoe kawin dengan perempoean lain, sesoedah dilangsoengkan perkawinan menoeroet Ordonansi ini, maka oleh jang berkepentingan, begitoe djoega oleh Djaksa dapat ditoentoet membatalkan perkawinan jang kedoea itoe. Dalam hal ini oendang-oendang hoakoaman tetap berlakoe, sedang pertjeraian perkawinan jang ditjatat itoe masih tatap dapat ditoentoet.

 

Pasal 17.
 

    Perkawinan jang soedah ditjatat itoe ta‘ dapat ditjeraikan lagi melainkan :

 

    1°. karena meninggal doenia;

    2°. karena salah seorang dari laki isteri itoe talah berangkat dari tempat tinggalnja doea tahoen lamanja, sedang chabar ia hidoep atau mati tidak ada, dan jang ketinggalan dari doea orang laki isteri itoe telah kawin dengan orang lain seizin hakim ditempat jang didiami oleh laki-laki atau perempoean jang ditinggalkan itoe;

    3°. karena soeatoe kepoetoesan Hakim tentang bertjerai nikah.

 

Pasal 18.
 

    Sebab-sebab jang boleh membawa pertjeraian sesoeatoe perkawinan jang ditjatat jaitoe:

 

    1°. zinah;

    2°. meninggalkan roemah tangga;

    3°. hoekoem pendjara selama doea tahoen atau lebih karena melakoekan kedjahatan, sesoedah perkawinan dilangsoengkan;

    4°. meloekai jang amat berat atau menganiaja oleh salah seorang laki isteri sehingga membahajakan bagi djiwanja;

    5°. tidak memberi nafakah jang patoet kepada isterinja doea boelan lamanja;

    6°. ketjiwa ('aib) badan atau penjakit jang njata sesoedah kawin, jang menjebabkan salah seorang dari laki isteri itoe tiada dapat memenoehi kewadjiban laki isteri;

    7°. perbantahan jang tidak dapat didamaikan lagi antara doea laki isteri;

    8°. perkawinan soeami itoe dengan perempoean jang lain jang dilangsoengkan baik sebeloem atau sesoedah perkawinan jang ditjatat itoe.

 

Pasal 19.
 

    Sebeloemnja perkara antara laki isteri dipoetoeskan, wadjiblah atas Hakim akan berdaja oepaja oentoek memperdamaikan kedoea laki isteri itoe.

 

Pasal 20.
 

    (1) Djika soedah terdjadi perdamaian antara doea laki isteri maka ta‘ dapatlah dilakoekan pertjeraian lantaran sesoeatoe sebab jang terdjadi sebeloem perdamaian itoe dan jang soedah terang kepada kedoea laki isteri pada waktoe perdamaian itoe.

 

    (2) Tidak ada perdamaian jang menghilangkan hak perempoean oentoek meminta pertjeraian lantaran sebab jang terseboet di Pasal 18 ajat 8.

 

Pasal 22.
 

    (1) Permintaan oentoek bertjerai oleh sebab meninggalkan roemah tangga (lihat Pasal 18 ajat 2) mesti dikemoekakan kepada Hakim jang berkedoedoekan ditempat sipenda‘wa itoe. Permintaan itoe tjoema akan diizinkan, kalau salah satoe dari kedoea laki isteri itoe, jang meninggalkan roemah tangga dengan tidak ada soeatoe sebab jang sah, tetap berkeras hati tidak maoe kembali lagi kepada lakinja atau isterinja.

 

Pasal 23.
 

    Alasan-alasan dan kelakoean-kelakoean jang dikemoekakan oentoek didjadikan sebab akan bertjerai, akan diselidiki oleh Hakim sendiri dengan keterangan-keterangan jang terdapat olehnja.

 

Pasal 24.
 

    Hakim tiada boleh membenarkan sadja keadaan sesoeatoe perbantahan jang tidak dapat didamaikan lagi antara doea laki isteri (lihat Pasal 18 ajat 7), melainkan sesoedah ternjata kepadanja dari keadaan-keadaan jang menjebabkannja perbantahan itoe soenggoeh ta‘ dapat didamaikan lagi. Kejakinan tentang hal itoe seboleh-bolehnja diperoleh Hakim dari keterangan-keterangan jang didengarnja dari salah seorang laki isteri jang datang memasoekkan pengadoean oentoek bertjerai. Dan djika moengkin djoega dari keterangan-keterangan jang ditoedoeh dari doea laki isteri itoe, begitoe djoega dari segala orang jang masoek golongan sanak saudaranja atau kenalan kedoea laki isteri itoe.

 

Pasal 26.
 

    (1) Djika seorang perempoean jang soedah ditjeraikan lantaran permintaannja sendiri berada dalam keadaan kekoerangan, maka bolehlah Hakim menjoeroeh bekas lakinja memberikan soeatoe pembajaran kepada perempoean itoe oentoek mendjadi nafakahnja.

 

    (2) Toentoetan nafakah jang terseboet ini ta‘ dapat dikemoekakan lagi, kalau perempoean itoe dengan tidak mengadoekan halnja telah tidak mendapat pembajaran itoe lima tahoen lamanja sesoedah bertjerai nikah atau sesoedah menerima pembajaran jang penghabisan.

 

Pasal 27.
 

    (1) Pembajaran itoe ditentoekan menoeroet penghasilan laki-laki dan menoeroet deradjat kepantasan orang perempoean.

 

    (2) Hakim berhak mengoebah atau mentjaboet kembali kepoetoesannja tentang pembajaran wang nafakah itoe, djika diminta oleh soeatoe dari laki isteri itoe dan sesoedah didengar keterangan pihak jang lain.

 

Pasal 28.
 

    Memberi nafakah itoe tidak diwadjibkan lagi, kalau perempoean jang ditjeraikan itoe kawin poela dengan laki jang lain atau karena meninggal doenia salah seorang dari kedoea laki isteri itoe, dan kewadjiban itoe tidak akan timboel kembali sesoedah perempoean itoe bertjerai nikah dengan laki-laki jang kedoea.

 

Pasal 29.
 

    Sesoedah mendengar keterangan sanak keloearga dari laki isteri dan dengan mengingat hoekoem adat, maka Hakim akan menentoekan boeat tiap-tiap anak jang terdapat dari perkawinan itoe, didalam soerat kepoetoesan bertjerai itoe, siapakah diantara doea laki isteri jang diwadjibkan oentoek mengoeroes tentang pendidikan dan pemeliharaan mereka itoe; djoega akan diterangkan disana, berapa wang toendjangan laki-laki itoe haroes beri oentoek ongkos-ongkos memeliharakan anak-anaknja.

 

Pasal 30.
 

    Djika perloe Hakim boleh menentoekan bahagian masing-masing laki isteri itoe dari harta kepoenjaan bersama. Hal itoe baroe diatoer oleh Hakim sesoedah bermoefakat dengan kedoea laki isteri itoe dan dengan mengindahkan poela akan adat negeri.

 

BAB III.

 

Pasal 32.
 

    Perkawinan seperti jang terseboet di Pasal 1 dan Pasal 11, baik jang dilangsoengkan dinegeri ini maoepoen diloear Hindia Belanda boleh djoega ditjatat menoeroet Ordonansi ini dan menoeroet peratoeran Burgerlijke Stand jang berhoeboengan dengan itoe, asal sadja kedoea laki isteri itoe datang sendiri meminta ditjatat itoe dan permintaannja itoe tidak boleh lewat dari satoe tahoen sesoedah Ordonansi ini berlakoe. Akan tetapi permintaan itoe hanja dikaboelkan djika laki-laki itoe beristeri seorang sadja.

 

Pasal 34.
 

    (1) Perkawinan jang dilangsoengkan menoeroet atoeran Ordonansi ini dinamai: "Perkawinan jang ditjatat".

 

    (2) Ordonansi ini diberi bernama "Ordonansi mentjatat perkawinan".

 

 

 

Quelle: Pringgodigdo, S., Perlindoengan dalam Perkawinan. Batavia 1937, S. 40-43. und Pemandangan. Penerbitan pagi. Batavia, vom 24. Juni 1937. und Pandji Poestaka. Soerat minggoean. Weltevreden. No. 49 Th. XV., vom 18. Juni 1937, S. 934f und No. 50 Th. XV., vom 22. Juni 1937, S. 954f.