§ 1 - 182 | § 183 - 248 | § 249 - 262 | ||||||
Hukum Perkawinan | Hukum Waris | Hukum Wakaf |
![]() |
|
![]() |
![]() |
BUKU III HUKUM WAKAF
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 249
Yang dimaksud dengan : (1). Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. (2). Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya. (3). Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya. (4). Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
(5). Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan (tidak hanya sekali pakai) dan bernilai menurut ajaran Islam.
BAB II FUNGSI WAKAF Bagian pertama
Pasal 250
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.
Bagian kedua Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf
Pasal 251
(1). Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum,
atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum. (3). Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (5) harus merupakan benda milik yang bebas dari
segala pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara.
Pasal 252
(1).
Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar wakaf, dengan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. (2). Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.
Pasal 253
(1). Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal 1 yang
terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a. warga negara Indonesia, b. beragama Islam, c. sudah dewasa, d. sehat jasmaniah dan rohaniah, e. tidak berada dibawah pengampuan,
f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
(2). Jika berbentuk badan hukum, maka nadzir harus memenuhi persyaratan berikut :
a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
(3). Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan. (4). Nadzir sebelum melaksanakan tugas, harus mengucapkan sumpah
dihadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut :
"Demi Allah, Saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian."
"Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku Nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya kehadirat Allah SWT."
(5). Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan, seperti dimaksud dalam ayat (3) sedikitnya terdiri dari 5 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
Bagian ketiga Kewajiban dan Hak-hak Nadzir
Pasal 254
(1). Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta
hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama. (2). Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. (3). Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud
dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.
Pasal 255
(1). Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena : a. meninggal dunia, b. atas permohonan sendiri,
c. tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir, d. melakukan suatu kejahatan sehingga dihukum karena telah melakukan tindak pidana. (2). Bilamana terdapat lowongan jabatan nadzir karena salah
satu alasan sebagaimana ayat (1), maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. (3). Penggantian seorang Nadzir yang telah berhenti,
khususnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, tidak dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.
Pasal 256
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besar dan macamnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.
BAB III TATA CARA MEWAKAFKAN DAN PENDAFTARANNYA Bagian pertama Tata cara perwakafan harta milik
Pasal 257
(1). Pihak yang hendak mewakafkan diharuskan datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar wakaf. (2). Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti
dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama. (3). Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama. (4). Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf,
dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. (5). Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat
tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut :
a. tanda bukti pemilikan harta benda, b. jika harta benda yang diwakafkan berupa benda tetap, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan
pemilikan benda tetap dimaksud. c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tetap yang bersangkutan.
Bagian kedua Pendaftaran harta benda wakaf
Pasal 258
Setelah akta Ikrar wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan (5) pasal 9, maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftar perwakafan harta benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.
BAB IV PERUBAHAN, PENYELESAIAN DAN PENGAWASAN HARTA BENDA WAKAF Bagian pertama Perubahan Harta Benda Wakaf
Pasal 259
(1). Pada dasarnya terhadap harta benda yang
telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. (2). Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu
setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan :
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh Wakif, b. karena kepentingan umum.
Bagian kedua Penyelesaian Perselisihan Harta benda wakaf
Pasal 260
Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan harta benda wakaf dan nadzir disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ketiga Pengawasan
Pasal 261
Pengawasan tentang pelaksanaan tanggung jawab Nadzir dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 262
Perwakafan harta benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, oleh Nadzir yang bersangkutan harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini.
|
![]() |
|
§ 1 - 182 | § 183 - 248 | § 249 - 262 | ||||||
Hukum Perkawinan | Hukum Waris | Hukum Wakaf |